Merawat Bumi, Menjaga Generasi: Refleksi Islam atas Gerakan Kolaborasi Hijau di Blok Gunung Congkrang

Oleh: Tim Redaksi
Narasumber: Aceng Budi Abdul Fattah
PORTALBELANEGARA || Gunung Congkrang, sebuah kawasan HGU PTPN 1 Regional 2 Kebun Cisaruni, di selatan Garut, tepatnya di Kampung Ciarileu, Desa Mekarjaya, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut. kini kembali menjadi saksi semangat kebersamaan dalam menjaga bumi melalui Gerakan Penghijauan Reguler #12 Kolaborasi Hijau. Kegiatan ini tidak hanya menjadi ruang gotong royong masyarakat lintas elemen, tetapi juga cermin nyata dari nilai-nilai Islam yang luhur dalam menjaga amanah lingkungan demi masa depan generasi mendatang.
Aceng Budi Abdul Fattah, salah satu tokoh masyarakat, memberikan pandangan mendalam mengenai pentingnya penghijauan dalam perspektif Islam. Menurutnya, merawat alam bukan hanya tugas sosial atau ekologis, melainkan juga bentuk ketakwaan dan kasih sayang terhadap generasi yang akan datang.
Alam, Warisan dan Amanah untuk Generasi Selanjutnya
Mengutip QS. An-Nisa ayat 9, Aceng mengingatkan bahwa Allah memerintahkan setiap orang yang mengkhawatirkan masa depan anak keturunannya agar bertakwa dan berbicara dengan kebenaran. “Kalau kita tidak ingin meninggalkan anak-anak kita dalam keadaan lemah, maka kita harus menjaga bumi ini dari sekarang. Air bersih, udara segar, tanah subur semuanya penentu kehidupan yang layak bagi generasi masa depan,” ujarnya Senin (14/4/2025)
Ia menambahkan bahwa gerakan penghijauan seperti yang dilakukan di Gunung Congkrang adalah bentuk nyata dari amanah tersebut. Menanam pohon berarti menyiapkan oksigen, menahan longsor, menjaga ketersediaan air, dan sekaligus membangun peradaban yang berpihak pada keberlangsungan hidup anak cucu kita.
Bumi, Milik Hamba yang Saleh dan Visioner
Pandangan ini selaras dengan QS. Al-Anbiya ayat 105, di mana Allah menegaskan bahwa bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Nya yang saleh yakni mereka yang mampu mengelola, memakmurkan, dan menjaga alam sesuai petunjuk-Nya. “Kita bukan hanya diperintahkan beribadah secara ritual, tapi juga diberi tanggung jawab sosial dan ekologis,” ungkap Aceng.
Gerakan Kolaborasi Hijau, lanjutnya, adalah contoh bagaimana masyarakat bisa menjadi bagian dari hamba-hamba Allah yang saleh, dengan merawat alam secara kolektif dan penuh kesadaran. “Menanam pohon bukan sekadar urusan batang dan daun, ini ibadah jangka panjang yang buahnya akan dipetik oleh generasi mendatang,” tambahnya.
Penghijauan Sebagai Gerakan Spiritual
Aceng juga menekankan bahwa kolaborasi dalam penghijauan bukan hanya bentuk aksi sosial, melainkan ibadah berjamaah dalam bentuk yang lebih luas. “Penghijauan bersama juga mempererat ikatan sosial, membangun kepedulian dan menciptakan lingkungan sehat yang barakah,” tuturnya.
Ia mengapresiasi semangat warga, khususnya para, pemuda, ormas, LSM, ibu ibu PKK, komunitas dan lembaga pendidikan serta lembaga lembaga lainnya yang turut berkontribusi dalam gerakan ini. Menurutnya, inilah manifestasi dari umat yang tak hanya berbicara tentang iman, tetapi juga bergerak dalam amal.
Akhir Kata: Menanam untuk Kehidupan, Menjaga untuk Ibadah
Kegiatan penghijauan di Blok Gunung Congkrang bukan sekadar aksi menanam pohon, melainkan langkah strategis membangun peradaban yang ramah lingkungan, adil terhadap generasi, dan sesuai dengan ajaran Islam. Seperti disampaikan Aceng Budi Abdul Fattah, “Merawat bumi bukan pilihan, tapi kewajiban. Karena bumi yang lestari adalah hak anak cucu kita, dan tanggung jawab kita hari ini, ” bebernya.
Diakhir, Aceng Budi mengutip salah satu Hadist yang berbunyi “Rasulullah bersabda: “Tidaklah seorang Muslimpun yang bercocok tanam atau menanam satu tanaman lalu tanaman itu dimakan oleh burung atau manusia atau hewan melainkan itu menjadi shodaqah baginya” HR Bukhari – 2152.
Mari kita terus rawat bumi sebagai wujud cinta kepada Sang Pencipta dan kasih kepada mereka yang akan mewarisi kehidupan setelah kita.
Wallahu a’lam bish-shawab…