Tradisi Perang Nasi, Dalam Sedekah Bumi Desa Jomblang

PORTALBELANEGARA.COM,  Blora – Di Tengah Pandemi Covid 19, Warga desa Jomblang Kecamatan Jepon menggelar ritual sedekah bumi (Apitan) berupa Perang Nasi, Jumat (24/07/2020).

Tradisi budaya Sedekah Bumi yang rutin dilaksanakan setiap tahun menjelang Hari Raya Idul Adha ini merupakan bentuk rasa syukur masyarakat atas melimpahnya hasil panen pertanian.

Pagi tadi, Saat jarum jam menunjukkan pukul 10.00 WIB, ratusan warga Desa Jomblang sudah berkumpul di punden desa setempat. Mereka bersuka cita menantikan acara perayaan sedekah bumi.

Satu persatu warga desa lantas berdatangan membawa bakul yang berisikan nasi, gudangan, mie goreng, tahu, tempe dan telur. Mereka lantas meletakkan barang bawaanya itu di tempat yang telah disediakan oleh panitia.

Tak berselang lama, tokoh masyarakat di desa itu hadir ke lokasi untuk membacakan doa. Saat itu warga terlihat khidmat mengamini lantunan doa sang modin.

Setelah doa selesai dipanjatkan, ratusan warga, orang tua, pemuda dan anak-anak baik laki-laki maupun perempuan langsung berebutan mengambil bakul yang telah berisi nasi itu. Mereka kemudian saling serang dengan aksi lempar-lemparan sekepal dua kepal nasi. Aksi kejar-kejaran tak terhindarkan saat itu. Suasana meriah terlihat di sini.

Warga yang menyaksikan perang nasi itu berteriak dan tertawa. Warga pun mulai berhamburan untuk menghindar, karena mereka pun tak luput dari serangan nasi yang telah berterbangan.

Setelah sekitar 30 menit, tradisi perang nasi yang mayoritas dilakoni oleh pemuda desa ini berakhir. Jalanan kampung yang semula bersih mendadak menjadi kotor lantaran dipenuhi nasi yang berceceran di mana-mana.

“Kami sudah lama menunggu tradisi perang nasi ini. Tradisi ini justru membuat kami menjadi akrab. Nasi yang kami jadikan untuk tradisi perang nasi ini adalah secuil sisa panen kami,” ujar Pardiman salah seorang warga desa Jomblang.

Kepala Desa Jomblang H. Agus Mukmin menjelaskan, budaya perang nasi di Desa Jomblang sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu. Tradisi sedekah bumi ini, sambung dia, rutin digelar setiap tahun.

“Ini merupakan ungkapan rasa syukur warga kepada Sang Pencipta atas melimpah ruahnya hasil panen pertanian. Alhamdulillah hasil panen kami kali ini berhasil dengan baik,” ucapnya.

Agus Mukmin menyebutkan, perang nasi ini bukan berarti membuang dengan percuma nasi atau menghambur-hamburkan nasi. Sebab usai acara, nasi yang telah berceceran itu akan dikumpulkan warga dan dipergunakan sebagai pakan ternak.

“Usai perang nasi, nasi yang berceceran kemudian dibersihkan untuk dikumpulkan sebagai pakan ayam atau bebek. Masyarakat percaya jika nasi hasil ritual tersebut dapat melindungi ternak dari penyakit,” tutupnya. (BRT.mpni)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!