Hujan Tak Menyurutkan Semangat: Koordinator Kesenian Puas dengan Gelaran Seni Budaya di Ngaracik 2025


Garut || Meskipun cuaca di hari pertama Ngaracik 2025 sempat tidak bersahabat karena hujan deras yang turun sejak malam hari, namun semangat para pelaku seni dan antusiasme penonton tetap menyala. Bahkan, menurut Kang Dodi Maryana selaku Koordinator Kesenian dalam gelaran Ngaracik 2025, seluruh rangkaian pertunjukan berjalan memuaskan.
“Secara umum kami sangat puas. Semua kategori kesenian tampil dengan maksimal, meskipun harus ada penyesuaian lokasi karena hujan,” ungkapnya saat di temui tim media gelaran Ngaracik 2025 di kediamannya pada Senin, (30/6/2025).
Beberapa penampilan seni tradisional yang semula dijadwalkan di lapangan utama akhirnya dipindahkan ke dalam Gelanggang Olahraga (GOR) Desa Giriawas agar tetap dapat berlangsung aman dan lancar. Namun suasana hangat justru tercipta di dalam ruangan, ketika para penonton tetap setia menyaksikan pertunjukan.
Salah satu penampilan yang awalnya sangat dinantikan untuk digelar di ruang terbuka adalah Rampak Kendang, Jaipongan, dan Pencak Silat, yang sudah lebih dari satu setengah bulan menjalani latihan rutin. Namun karena hujan deras yang mengguyur sejak malam hari di hari pertama, penampilan kolosal tersebut akhirnya dipindahkan ke GOR Desa Giriawas. Meski berpindah lokasi, penampilan tetap berlangsung meriah dan penuh energi, irama kendang menggelegar, gerakan jaipong yang dinamis, dan atraksi silat yang gagah mampu memukau penonton yang memadati dalam GOR.
Para pelatih dan seniman muda mengaku sempat kecewa karena tidak dapat tampil di ruang terbuka seperti yang direncanakan. Namun suasana di dalam GOR justru menghadirkan keintiman tersendiri antara penampil dan penonton. Mereka tetap tampil dengan semangat penuh, seolah hujan tidak pernah menjadi penghalang bagi tekad dan cinta terhadap seni tradisional yang telah mereka rawat dengan sepenuh hati.
Salah satu puncak acara kesenian, yakni pagelaran Wayang Golek, menjadi momen yang tak terlupakan. Meski hujan kembali turun menjelang malam, ribuan penonton tetap bertahan berpayung, berjas hujan, bahkan duduk beralaskan tikar basah demi menikmati penampilan khas budaya Sunda yang sarat makna dan hiburan.
“Rasa kecewa karena hujan langsung terobati saat melihat antusiasme luar biasa masyarakat menyaksikan wayang golek. Ini bukti bahwa seni masih punya tempat di hati warga,” lanjut sang koordinator dengan mata berbinar.
Kemeriahan pun memuncak di hari kedua, yang menampilkan kembali beberapa kesenian dan budaya tradisional yang pada hari pertama batal dipentaskan karena hujan. Rangkaian kegiatan lomba senam sehat, senam massal, jalan santai, dan gowes adventure dibanjiri ribuan, bahkan belasan ribu warga, yang memadati Lapangan Sepak Bola Giriawas hingga terasa penuh sesak.
“Kami benar-benar tak menyangka. Lapangan sebesar itu terasa sempit karena antusiasme warga begitu tinggi. Dari pagi sampai siang, warga terus berdatangan untuk mengikuti berbagai kegiatan. Hiburan kolaborasi antara kesenian tradisional dan musik modern juga berhasil memikat penonton dari semua usia,” kata sang koordinator dengan penuh semangat.
Selain menjadi ajang ekspresi, Ngaracik 2025 juga menjadi ruang pertemuan dan silaturahmi antar pelaku seni dari berbagai desa di Kecamatan Cikajang. Pagelaran ini bukan hanya menampilkan seni tari, musik tradisional, dan kaulinan barudak, tapi juga mempertemukan semangat lintas generasi untuk terus melestarikan budaya lokal.
“Kami berharap kegiatan seperti ini bisa menjadi agenda rutin dan memiliki wadah resmi ke depannya. Kami butuh ruang untuk tetap eksis dan melahirkan regenerasi pelaku seni,” tambahnya.
Ngaracik 2025 telah membuktikan bahwa semangat berkesenian tidak akan padam meskipun diguyur hujan. Justru dalam tantangan cuaca, tampak jelas ketangguhan para seniman dan kecintaan masyarakat terhadap warisan leluhur.
Para pelaku seni berharap, Ngaracik ke depan bukan hanya menjadi festival tahunan, tetapi juga menjadi gerakan budaya yang menghidupkan kembali roh seni tradisional di tengah masyarakat modern, sekaligus menjadi tempat tumbuhnya generasi baru yang bangga akan budayanya sendiri. (Cepi Gantina/Jajang Nurjaman)